Ketika Bunda Nggak Asyik Lagi

Saya dan keluarga tinggal di sebuah gang tak bernama di sisi sebuah jalan raya yang ramai. Di mulut gang sebelah kiri adalah sebuah mini market yang merangkap rumah tinggal yang memanjang ke belakang dan di kelilingi tembok tinggi. Di mulut gang sebelah kanan adalah sebuah toko alat tulis dan jasa fotokopi yang pemilik bangunannya tinggal tepat di belakangnya. Pemilik bangunan kios yang disewakan itu juga pemilik rumah kontrakan yang saya tempati.


Di dalam gang, selain tempat tinggal saya hanya ada sebuah rumah lagi yang dihuni oleh sebuah keluarga dengan tiga generasi di dalamnya, yaitu sepasang kakek nenek, suami istri dan dua orang anaknya. Anak pertama laki-laki dan sudah kelas dua sekolah dasar sedangkan anak kedua mereka perempuan dan usianya tiga bulan lebih tua dari anak saya.


Posisi rumah saya, yang walaupun dalam gang tetapi dekat dengan sebuah jalan raya yang ramai, memudahkan saya untuk membuka usaha. Memang usaha saya tidak terlalu ramai tapi karena saya menjadi agen produk muslimah untuk wilayah kota kami, jadi para reseller tetap datang ke tempat saya.


Menjelang dan ketika Ramadhan adalah saat-saat yang sangat sibuk. Reseller lama dan baru bergantian untuk kulakan. Meskipun reseller tidak datang setiap hari, tapi anak saya (3 tahun) merasa perhatian untuknya berkurang. Bundanya menjadi jarang bermain bersamanya terutama jika sedang melayani reseller.


Di tengah kesibukan saya, ia bermain sendiri sambil sesekali berusaha menyela kesibukan saya sampai akhirnya ia menjadi bosan. Anak saya kemudian memilih bermain dengan anak tetangga tanpa pengawasan dari saya. Ia begitu menikmati saat bermainnya.


Di sinilah semuanya berawal, saya mendapati anak saya mulai berperilaku berbeda dari sebelumnya dan sayangnya menjadi lebih buruk. Hati saya teriris dan gusar melihatnya seperti itu. Rasanya saya ingin marah, tapi pada siapa? Pada tetangga yang mendidik anaknya secara berbeda dengan kami? Atau pada anak-anak mereka yang mencontohkan perilaku-perilaku buruk itu? Tentu saja tidak. Apapun yang terjadi pada anak, tetap orangtualah yang pertama kali harus bercermin.



Saya berusaha untuk mengkoreksi diri. Sekilas kesalahan saya ‘hanya’ lebih sibuk dari biasanya, tapi setelah saya urai satu per satu tampaklah berbaris kesalahan parenting yang saya lakukan.

1. Berbohong kecil dan sering.
Ketika saya melayani reseller dan saat yang bersamaan anak saya mengajak main, saya berkata,”Sebentar ya,Nak. Bunda masih kerja.”
Di mana letak bohong kecilnya?
Saya memang bekerja dan menurut saya hanya sebentar, tapi bisa jadi bagi anak adalah waktu yang tidak sebentar. Kesimpulan anak saya: Bundanya berbohong.

2. Menekankan pada hal-hal yang salah.
Fokus melayani reseller membuat saya tidak memperhatikan anak saya yang asyik bermain bersama temannya di halaman. Saya tidak memuji kerukunan mereka bermain, tetapi ketika ia dan temannya berebut mainan, salah satu dari mereka memukul atau perilaku buruk lainnya, saya segera bereaksi menengahi mereka.
Di mana inti kesalahannya?
Anak saya belajar bahwa jika ia ingin diperhatikan oleh Bundanya, maka lakukanlah hal buruk.

3. Mengharap perubahan instan.
Kegusaran saya melihat perilaku anak yang meniru perilaku buruk anak tetangga membuat saya sedikit panik dan berharap anak saya kembali seperti sebelumnya. Saya berusaha memintanya untuk segera meninggalkan perilaku-perilaku buruk itu.
Akibatnya?
Ia justru seolah menggoda saya dengan mengulang-ulang perilaku buruk itu agar Bundanya bereaksi.



Berdasarkan kesalahan-kesalahan saya itu, akhirnya saya berusaha menyelesaikan masalah perilaku buruk anak saya pelan-pelan. Apa yang saya lakukan:

1. Menemani anak saya bermain dengan temannya.
Jika mereka rukun, saya berusaha memuji. Jika mereka melakukan sesuatu yang buruk, saya berusaha memberikan arahan.

2. Menjadi teman main yang lebih menyenangkan bagi anak.
Secara teori, menjadi teman bermain anak adalah mudah. Tetapi bisakah kita benar-benar menyatu pada permainannya? Benar-benar menjiwai jadi seorang anak kecil lagi dan konsentrasi penuh pada permainan. Singkirkan dulu pikiran tentang tugas-tugas rumah tangga dan bisnis.

3. Menjadi lebih efisien dan efektif.
Ibu adalah manajer keluarga dengan banyak profesi menjadi satu didalamnya. Menjadi teman main anak hanyalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan di antara 24 jam yang kita miliki. Kita tidak bisa meminta injury time jika salah me-manage-nya. So, be more efficient and effective!



Nb:
Alhamdulillah, anak saya sedikit demi sedikit mulai mengurangi perilaku buruknya. Mesti lebih sabar nih, karena ini bukan pekerjaan instan. Tampaknya butuh waktu berbulan-bulan.

Komentar

  1. NATIONAL ENGLISH LANGUAGE CONSULTANT

    Membutuhkan karyawan untuk posisi

    FRONT OFFICER

    KUALIFIKASI DAN PERSYARATAN
    Bisa computer ( Msoft word dan exel )
    Bisa bahasa inggris ( pasif )
    Berpenampilan menarik
    Friendly personality
    Communicative and creative
    Bisa bekerja full day

    EMPLOYMENT BENEFITS
    Berpenghasilan menarik
    Pegawai tetap
    career
    Mendapat tunjangan JAMSOSTEK

    Kirim lamaran anda ke
    BRI Building 8th Floor, Jln. Jend. Sudirman No 37 Klandasan Balikpapan
    Telp: 0542-737537

    Atau kirim ke
    easyspeak.recruitment@gmail.com

    BalasHapus
  2. @Admin:
    I'm sorry, my english is not good enough.

    BalasHapus

Posting Komentar

Silakan berkomentar

Postingan Populer