Anak-anak, Jejaring Sosial dan Gadget Canggih.


"mungkin inilah rasanya
rasa suka pada dirinya
sejak pertama aku bertanya
facebook-mu apa nomermu berapa"

Lagu itu mengalun melalui pemutar piringan milik pedagang koran dan piringan bajakan di kios tempatku membeli majalah siang itu. Awalnya kupikir itu suara gadis-gadis remaja dengan kostum warna-warni dan sambil menari-nari. Kulirik sedikit layar televisi yang menayangkannya. Tampak beberapa anak sedang menyanyi sambil menari ala boyband. Entah mirip boyband alay nan lebay Indonesia atau boyband Korea jadi-jadian. Aku tidak tahu pasti, yang pasti ternyata mereka bukan gadis remaja, melainkan anak-anak. Terus terang aku sedikit terkejut melihat kenyataan bahwa penyanyinya sekelompok anak-anak. Dengan syair seperti itu, penyanyinya anak-anak! Ada apa dengan anak-anak Indonesia, orangtua mereka dan dunia musik Indonesia saat ini? Ah, nyata sekali kalau aku kuper pada dunia musik Indonesia.

Beberapa minggu kemudian kudapati sampul majalah anak-anak terkenal, yang anakku menjadi salah satu pelanggannya, menampilkan foto boyband itu lengkap dengan biodata personilnya. Rupanya boyband ini terkenal di Indonesia hingga menjadi sampul majalah. Kubaca profil mereka. Benar, mereka memang masih anak-anak yang lahir tahun 1998-2000. Sebagian masih bersekolah di SD, sebagian SMP.

Rasa ingin tahu saya membuat saya mencoba mencari lirik lengkap lagu itu. Lagu itu ternyata berjudul Kamu. Lirik lengkapnya lebih membuat saya geleng-geleng kepala.


"kamu buat aku tersipu buatku malu-malu
saat bersamamu saat kusapa dirimu
aku kok merinding buluku, kok jadi gugup aku
saat bersamamu saat kau senyum padaku
mungkin inilah rasanya rasa suka pada dirinya
sejak pertama aku bertanya facebook-mu apa nomermu berapa
mungkin inilah rasanya cinta pada pandang pertama
senyuman manismu itu buat aku dag dig dug melulu

nanti aku follow twitter-mu aku tunggu retweet-mu
agar aku tahu sukakah kamu kepadaku

mungkin inilah rasanya rasa suka pada dirinya
sejak pertama aku bertanya facebook-mu apa nomermu berapa
mungkin inilah rasanya cinta pada pandang pertama
senyuman manismu itu buat aku dag dig dug melulu

yeah cuma kamu cuma kamu yang bisa membuatku
tidur tak tentu memikirkanmu pujaan hati
oh kamu cantik sekali
oh Tuhan aku hanya ingin dia tahu
kau lucu kau sangat lucu

mungkin inilah rasanya rasa suka pada dirinya
sejak pertama aku bertanya facebook-mu apa nomermu berapa nomermu berapa
mungkin inilah rasanya cinta pada pandang pertama
senyuman manismu itu buat aku dag dig dug melulu

mungkin inilah rasanya rasa suka pada dirinya
sejak pertama (sejak pertama) aku bertanya
(kulihat senyumanmu lirikanmu begitu cantiknya kamu)
facebook-mu apa nomermu berapa
mungkin inilah rasanya cinta pada pandang pertama
senyuman manismu itu buat aku dag dig dug melulu

kamu kamu kamu kamu kamu kamu kamu kamu
kamu kamu kamu kamu kamu kamu kamu kamu"


Lagu itu berisikan seseorang yang jatuh cinta dan kebiasaan penggunaan jejaring sosial. Pantaskah untuk anak-anak seusia mereka? Apa dampaknya pada anak-anak yang menjadi penggemar mereka? Apa yang ada dalam pikiran orang-orang dewasa di balik eksistensi mereka? Uang?

Mari kita berandai-andai tentang kemungkinan yang bisa terjadi.

Anak dan Jejaring Sosial

Usia seseorang untuk bisa mendaftar dalam jejaring sosial minimal 13 tahun. Jika melihat usia personil boyband ini, maka bisa dipastikan bahwa ada personil yang tidak seharusnya masuk dalam jejaring sosial itu.   Jika melihat dari usia penggemar mereka, kemungkinan juga ada yang berusia di bawah umur.


Mengapa anak-anak bisa membuat akun  di jejaring sosial? Ada beberapa kemungkinan:

  • Orang dewasa membuatkan akun untuk mereka. Jika seperti ini, semoga orang dewasa yang membuatkannya juga punya waktu untuk mengawasi apa saja yang terjadi di jejaring sosial.
  • Anak-anak membuat sendiri dengan memalsukan data pribadi mereka. Jika ini yang terjadi, maka anak sudah belajar untuk menipu dan masuk ke dunia yang belum dalam jangkauan usianya.
Apa kemungkinan dampak bagi anak-anak berada di jejaring sosial?

Anak, dengan pikiran yang belum dewasa lalu masuk ke dunia luas tanpa pendampingan sangatlah beresiko. sudah banyak kejadian remaja yang usianya lebih tua dari pada anak-anak yang terpedaya oleh berbagai kata-kata dan bujukan melalui jejaring sosial. Lalu bagaimana dengan anak-anak? Inilah surga bagi para "predator" anak-anak. Mari kita pikirkan.

Anak dan Gadget

Bukan sesuatu yang aneh lagi jika saat ini anak-anak akrab dengan gadget-gadget terbaru dan canggih. Wajar, karena mereka memang dilahirkan di era digital. Sayangnya banyak orang tua yang tidak berusaha belajar teknologi untuk mengimbangi kecanggihan anaknya. Alhasil orangtua tak tahu menahu dunia anaknya dan menjadi orangtua yang "nggak asyik" dan "nggak nyambung" bagi anaknya.

Ketika orangtua memberikan gadget canggih kepada anaknya, apakah mereka juga menanamkan pesan moral pada mereka. Apakah mereka mengatakan,
"Nak, kalau ada yang terbuka auratnya, langsung di tutup atau dihapus ya."
"Nak, Allah maha melihat apa yang kaulakukan, katakan dan pikirkan."
"Nak, tahukah kau bahwa melihat gambar atau film yang terbuka auratnya apalagi yang lebih dari itu akan merusak syaraf di otakmu?"

Atau setidaknya sejak kecil anak dilatih untuk memilah apa yang boleh dan tidak boleh untuknya. Seperti pengkategorian pada acara televisi.

Apakah orangtua-orangtua melakukannya? Entahlah.

Sumber lirik: http://mp3indodownload.blogspot.com




Komentar

Postingan Populer