KARENA KAMI SEDANG MENDIDIKMU, NAK

Di komunitas BMHS, anggota keluarga di dalamnya, sudah nyaris seperti benar-benar keluarga.
Bahkan seorang teman pernah berkomentar saat melihat anak-anak berkumpul bermain bersama di pantai,
"Mereka sudah seperti sepupu, ya. Yang besar tanpa disuruh, sudah menjaga yang kecil."

Ya, anak-anak akrab seperti bersaudara.
Seperti juga antara Z dan P, mereka sangat dekat.
Mungkin karena mereka sudah saling mengenal terlebih dulu sebelum komunitas BMHS terbentuk dibanding dengan teman-teman yang lain.
Bahkan, saking akrabnya, mereka seolah baru mau berpisah di depan pintu.

Ada salah satu hal baik di komunitas kami yaitu, keluarga yang memiliki mobil mengajak pulang bersama keluarga yang tak punya mobil.
Salah satu contoh berbagi untuk anak-anak.
Z selalu ingin pulang bersama P.
Kebaikan hati keluarga mereka, mengantar kami sampai ke rumah.
Padahal, rumah kami berkali-kali lebih jauh dari rumah mereka.
Tapi, P dan Z hanya mau berpisah di depan pintu.
Mereka masih ingin bermain-main bersama di dalam mobil selama perjalanan.

"Bunda, kita pulang sama siapa?", tanya Z selesai kegiatan HS hari itu.
"Kita ikut mobil P?", tanyanya lebih lanjut.

Qodarullah, Allah menuntun saya berpikir bahwa hari itu kami ikut sampai terminal BP saja.
Jalur yang memang juga dilewati keluarga P.
Jadi tidak harus sampai rumah kami yang jauh itu.

"Enggak, Nak. Kita ikut sampai BP aja", jawab saya.
"Kenapa?" tanya Z.
"Kasihan, Nak. Masa Mama P harus ngantar kita sampai rumah terus. Padahal rumahnya lebih dekat. Kita sampai BP aja, sampai jalur yang memang dilewati mereka", jelas saya.

Lalu, keluarlah segala keluhan Z bahwa lelah, masih ingin main sama P, ngantuk, jauh dan sebagainya.

Tampaknya naluri saya tepat.
Tepatnya, Allah menuntun saya.
Z mulai merasa 'keenakan' diantar pulang orang lain.

Ah tidak, Nak.
Bukan menjadi seperti ini yang kami harapkan.
Terbiasa menikmati fasilitas milik orang lain.

Seperti saya duga sebelumnya, setelah turun dari angkot lalu berjalan dari gerbang perumahan sampai ke rumah kami yang relatif agak jauh itu, Z mengeluh dan merengek protes.

Sesampainya di rumah, mulailah kami berbicara.

"Kenapa sih Bunda, sekarang kita nggak boleh diantar P sampai rumah?", tanya Z.

"Kasihan, Nak. Rumah kita kan jauh. Habis itu, Mama P harus nyetir lagi berbalik ke rumahnya. Mama P kan capek", jelas saya.

"Orangtua Mas Z mampunya jalan kaki dan naik angkot, jadi kita terima apa yang kita punya. Bunda nggak mau Mas Z terbiasa keenakan menikmati milik orang lain. Kita belajar mensyukuri apa yang kita punya", lanjut saya.

Sepertinya Z mulai berpikir.

"Jadi, kita nggak boleh ikut mobil P lagi?" tanya Z.

"Boleh, tapi hanya sampai jalur yang memang mereka lewati. Tidak diantar sampai ke rumah. Kita naik angkot dan jalan kaki aja", jawab saya.

Alhamdulillah, tak ada protes lagi dari Z.

Semoga kau paham, Nak.
Bahwa kami sedang mendidikmu.



Komentar

Postingan Populer