Anak dan Kepemilikan

Dalam beberapa teori, termasuk menurut fitrah based education, usia di bawah tujuh tahun adalah fase egosentris.
Di fase ini, anak belajar tentang miliknya sebagai dasar mempertahankan diri dan miliknya kelak ketika remaja.
Hal ini berkaitan juga dengan kemampuannya bertahan dari pengaruh teman atau dunia luar.
Di fase ini anak tak boleh dipaksa jika tidak ingin berbagi meskipun adakalanya di usia ini anak dengan senang hati berbagi.
Itu yang pernah saya baca, semoga tak salah.
Lalu bagaimana dengan pemahaman anak terhadap milik orang lain atau milik umum?
Terus terang saya tak punya cukup ilmu dan referensi tentang ini.
Tapi, sekitar kurang lebih setahun lalu, saya pernah membaca tulisan Bu Ani Chaerani, bahwa perlu mengajarkan anak kepemilikan.
Mengajari bahwa ini milikmu dan ini milik kakak.
Waktu itu anak beliau yang selisih hanya beberapa hari saja lahirnya dengan A kami, kalau tidak salah ingat, berusia setahun.
Beliau termasuk yang bisa kita petik ilmunya terkait pendidikan anak usia dini.
Saya yang tak cukup ilmu, meniru apa yang beliau ajarkan.
Saya juga mengajarkan A kepemilikan sejak ia sekitar usia itu.
“Ini punya adik.”
“Ini punya Mas.”
“Ini punya orang.”
Saat ia di kamar Si Kakak, ia harus ijin ketika akan pinjam milik kakaknya.
Kalau Si Kakak tak mau meminjami, kami harus menjelaskan padanya atau nego dengan Si Kakak.
Saat di rumah orang lain, ia dilatih untuk pelan-pelan paham milik orang lain dan artinya ia tak selalu bisa menggunakan milik orang lain.
Pelan-pelan belajar menahan diri.
Apakah selalu berhasil?
Tentu saja tidak.
Adakalanya ia tak minta ijin.
Adakalanya ia menangis memaksa.
Tapi, ini adalah sebuah proses.
Kita sebagai orangtua harus ikhtiar, dan berdo’a agar Allah memudahkan ikhtiar kita.
Insyaallah, Allah memudahkan.
____________
Sheila Banun, yang masih terus belajar.
Sering kali berbuat salah, koreksi dan belajar lagi.
Silakan berbeda pendapat, tapi tak perlu berdebat di sini.
Pendapat anda, silakan tulis di beranda anda.

Komentar

Postingan Populer