KETIKA CINTA ITU MELUMPUHKAN


Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah tulisan di sebuah majalah online yang ditulis seorang penulis perempuan yang menceritakan seorang temannya yang mengalami kecelakaan.
Dalam masa perawatan luka-lukanya itu, Sang Teman menyadari bahwa ia merasa perlu membuat daftar detil apa yang harus dilakukan keluarganya jika ia tak ada.
Anak lelakinya perlu tahu bahwa kostum bolanya harus dicuci pada hari minggu, karena akan digunakan pada latihan di hari Senin.
Anak perempuannya perlu tahu, kain mana yang boleh dimasukkan pengering dan mana yang tidak boleh.
Anak-anaknya seharusnya tahu apa yang perlu dilakukan ketika toilet buntu, bagaimana mengatur ulang tekanan air, mengganti sekring, dan banyak hal lain yang selalu ia kerjakan sendiri agar tak membebani anak- anaknya.
Ia menyadari bahwa selama ia menjalani perawatan setelah kecelakaan, anak-anaknya ‘lumpuh’ dan tak kompeten karena ia tak ada.
Kisah lain pernah ditampilkan pada salah satu episode ‘How Clean is Your House’, sebuah program televisi Inggris di awal tahun 2000an, tentang ‘Expert Cleaners’ yang mengunjungi rumah-rumah kotor dan membersihkannya.
Di salah satu episode itu, diceritakan tentang sebuah keluarga yang ayahnya baru saja meninggal dunia empat bulan sebelumnya.
Keadaan rumah, terutama kamar anak-anak luar biasa berantakan dan kotor.
Lantai kamar tak tampak karena terlalu banyak tumpukan barang.
Bahkan di lantai salah satu kamar anak, bertebaran potongan makanan yang sudah lama di antara tumpukan pakaian dan barang lainnya.
Sang Ibu menulis surat pada program televisi itu untuk meminta bantuan dan mereka pun datang.
Mereka membantu mengurai dan menyelesaikan masalah keluarga itu.
Ketika Sang Ayah masih hidup, Sang Ayahlah kunci utama kebersihan dan kerapian rumah.
Jadi, ketika qodarullah Sang Ayah tiba-tiba meninggal ’mendadak’, keluarga ini tak siap.
Dalam waktu empat bulan saja, kamar anak-anak berubah menjadi sangat kacau dan tak sehat.
Sang Ibu berusaha mengajak anak-anaknya membersihkan rumah tapi tak diindahkan bahkan anak-anak menggerutu.
Para ‘Expert Cleaner’ datang membantu mereka membersihkan rumah dan memberi pembekalan pada anak-anak.
Bahkan untuk memberi kesadaran pada salah satu anak, para ‘Expert Cleaner’ berbincang-bincang dengan anak-anak lain di sekolahnya tentang tugas-tugas mereka di rumah.
Sehingga anak-anak paham bahwa mengerjakan tugas domestik rumah adalah juga tugas anak-anak.
Masalah seperti ini sering terjadi awalnya karena keengganan orangtua melibatkan anak-anak dalam kegiatan sehari-hari.
Keengganan orangtua mengajak anak-anak apalagi batita atau balita, biasanya disebabkan banyak hal:
- Pekerjaan rumah menjadi lebih lambat selesai.
- Hasil pekerjaan rumah jauh dari yang diharapkan atau bahkan semakin berantakan.
- Belum waktunya bagi anak-anak untuk melakukannya.
- Kasihan atau tak tega.
Dan banyak alasan lainnya.
Melibatkan anak-anak dalam kegiatan rumah sehari-hari memang tak mudah, lama, ‘kacau’ dan melelahkan.
Keadaan rumah menjadi tak ‘seideal’ yang diharapkan atau jika orang dewasa yang mengerjakan.
Belum lagi jika orangtua terutama ibu, tak tahan mendengar komentar pihak lain tentang keadaan rumahnya.
Makin bertambah berat rasanya.
Tapi, itu semua memang harus dilalui demi amanah Allah mendidik anak-anak dengan cinta.
Cinta yang tak melumpuhkan mereka saat dewasa.
Cinta yang bisa saja menjadi bekal orangtua menuju surgaNya.
Dengan ijin Allah.
______________________
Sheila Banun, ketika menulis adalah bagian dari menasihati dan menyemangati diri sendiri.
Karena Allah.
Bismillah.

Komentar

Postingan Populer