Mengapa Terjadi Tantrum dan Bagaimana Mengatasinya?

Oleh Ibu Dra Perwitasari Psi. Saya rangkum dari program Smart Parenting di Smart FM, 26 Nopember 2014.


Tantrum atau bahasa sehari-harinya adalah ngambek sering terjadi pada anak- anak.

Sebetulnya tantrum itu adalah sesuatu yang wajar atau biasa terjadi pada anak usia balita, sekitar umur 2 - 3 tahun.
Dan kalau kita bisa tangani dengan baik, ia akan berangsur-angsur hilang.
Mungkin usia 4 tahun, dia sudah tidak tantrum lagi.
Tapi kalau tidak kita tangani dengan baik, bisa-bisa tantrum ini dipakai terus oleh anak untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan atau untuk menyelesaikan masalahnya.
Itu yang harus kita perhatikan.

Kita harus tahu mengapa mereka tantrum.
Biasanya anak umur 2 - 3 tahun itu, tantrum karena mereka belum bisa mengekspresikan keinginan atau perasaannya itu dengan kata-kata.
Anak-anak umur segitu biasanya sudah menyadari bahwa dirinya punya keinginan yang berbeda dengan orang lain.
Mereka tahu juga bahwa mereka punya perasaan. Bisa sedih, bisa marah.
Tapi kemampuan untuk mengungkapkannya dengan kata-kata, sangat terbatas.
Sehingga munculnya adalah ekspresi yang berbentuk perilaku seperti menendang, memukul, dan sebagainya.
Apalagi jika kita tidak pernah mengajarkan.

Biasanya tantrum disebabkan karena anak ngantuk, capek, lapar.
Bisa juga terjadi karena mereka belum bisa menyeimbangkan antara kebutuhan dan keinginannya.
Mereka masih menuntut bahwa apa yang mereka inginkan harus dipenuhi.
Mereka belum memiliki kontrol diri.
Apalagi jika mereka punya hambatan dalam perkembangan bicara.

Ada juga yang disebabkan karena masalah disiplin.
Hal ini karena orangtua inkonsisten.
Hari ini bilang boleh, besok bilang nggak boleh.

Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak tantrum?

Kuncinya yang pertama, orangtua harus bersikap tenang dan tidak terpancing oleh emosi negatif anak.
Dan jangan sampai menanganinya dengan keras.
Karena semakin kita tangani dengan keras, maka tantrumnya akan semakin menjadi.

Contoh:

Anak: "Huhuhu...... Aku mau es. Huhuhu......"
Ibu: "Oo... Ola mau es, ya? Kamu suka es ya"
Anak: (Masih sambil nangis) "Mamaaaa... beliin es."
Ibu: "Ola minta es? Tapi tidak hari ini dibelikannya, Ola. Karena sekarang kan hujan."

Jadi, ditangkap dulu perasaannya.
Dia kan mau es.
Perasaannya kan mau es.
Jadi yang diterima perasaannya.
"Oo... Kamu mau es ya?"

Kalau anak kita sudah diterima perasaannya, maka emosi akan turun.

Dibandingkan jika kita mengucapkan,"Gimana sih, hujan-hujan minta es!
Anak akan semakin menangis.

Jadi, diterima dulu perasaannya, bahwa ia kepengen es.

"Oo.. Ola kepengen es, ya? Es yang seperti apa?"

Walaupun kita tidak membelikannya.
Kita keluarkan dulu isi hatinya.

Ibu: "Oo.. Ola kepengen es, ya? Es yang seperti apa?"
Anak: "Yang coklat."
Ibu: "Coklat yang seperti apa? Seperti baju Mama?"
Anak: "Bukan."
Ibu: "Yang seperti pintu?"
Anak: "Bukan."
Ibu: "Kalau baju kamu apa?"
Anak: "Kuning."
Ibu: "Kalau kuning biasanya rasanya apa?"
Anak: "Vanila."

Akhirnya, bisa jadi ia lupa pada keinginan beli esnya.
Karena malah bercerita tentang warna-warna, emosi anak mulai turun.

Kita juga bisa memeluk anak.

Artinya yang membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
Keinginannya adalah minta es.
Kebutuhan sebenarnya adalah, ia memerlukan perhatian dari kita.
Karena memerlukan perhatian, maka bisa kita peluk dan sebagainya.
Walaupun perilaku tantrumnya tidak kita terima.

Kita melatih anak bahwa tidak semua keinginannya bisa dipenuhi.

Memang, pada prakteknya, tidak semua anak mau dipeluk atau diajak bicara baik ketika tantrum.
Kalau seperti itu, lebih baik kita biarkan dulu.
Kita abaikan dulu.

Kalau misalnya anak menangis dan berteriak-teriak di mall?

Kalau seperti itu, hal yang pertama kita lakukan adalah memperhatikan keamanan di sekitar anak.
Lalu gendong dan bawa pulang.

Contoh:

Suatu hari berencana pergi ke mal untuk membeli buku untuk si kakak, bukan untuk si adik.
Dari rumah sudah diberitahukan rencana bahwa hari ini jadwalnya beli buku kakak, bukan si adik.
Adik boleh ikut, tapi tidak beli buku.

Sampai di sana, namanya anak-anak umur segitu, mulailah dia tarik-tarik.

Adik: "Beli bukuuuu.... beli bukuuuu...."
Ibu: "Tadi kan kita janjinya mau beli buku buat abang. Kalau tidak, lebih baik kita pulang."

Nanti di rumah, kita jelaskan lagi pada si adik.

Kadang-kadang karena orangtua tidak tahan rengekan anak atau malu pada orang atau atau kadang daripada ayah ibu bertengkar, maka anak dituruti.
Biasanya saat itu anak akan diam, tapi sebenarnya itu akan menjadi PR orangtua.
Pertama, anak tidak belajar menyelesaikan masalahnya dengan benar.
Kedua, bahwa dengan cara tantrum ia akan mendapatkan keinginannya. 
Maka lain waktu ia akan tantrum lagi.

Kalau kita konsisten dengan mengabaikan atau mengajak kerjasama saat ia tantrum, insya Allah hal itu akan selesai dan anak tidak akan tantrum lagi.

Dalam keadaan tidak tantrum, dalam keadaan tenang, kita bisa mengajarkannya cara meminta atau berkomunikasi.

"Nanti misalnya, kalau adik mau beli sesuatu, bilang apa sama Bunda? Bunda Bunda, aku mau dong es krim. Tidak dengan menangis atau berteriak-teriak."

Kadang-kadang ada situasi dimana ada kakek nenek.
Ayah ibu sepakat, tapi kakek nenek membela cucunya.

Jika kita tinggal bersama orangtua, sejak awal kita sudah harus membicarakannya dengan orangtua tentang aturan yang akan kita terapkan pada anak dan bagaimana dukungan kakek neneknya agar sejalan dengan apa yang kita terapkan.
Jika orangtua kita terlalu tua untuk diajak kerjasama, berarti kedekatan kita pada anak yang harus kita perkuat.
Bonding kita dengan anak harus diperkuat.
Jadi anak tahu bahwa ia harus lebih patuh pada orangtua dan bahwa orangtuanyalah yang bertanggungjawab pada dirinya.
Dan memang kita harus membicarakannya dengan baik pada anak saat ia tidak tantrum.
Kalau sedang tantrum, diabaikan saja dulu atau tunjukkan bahwa kita tidak terpengaruh pada tantrumnya itu.
Agar anak paham bahwa tantrumnya itu tidak bisa membuat ia mendapatkan apa yang ia inginkan.

Bagaimana menghadapi anak yang tantrumnya dengan diam (Passive Tantrum)?

Biasanya, anak tantrum belajar dari lingkungannya.
Apakah lingkungan sekitarnya menyelesaikan masalah dengan bicara atau diam.

Anak yang tantrumnya diam, biasanya karena tidak diajak bicara.
Atau terlalu banyak dikritik dan disalahkan, tidak dihargai.

Pada dasarnya adalah pendekatan dari hati ke hati.
Orangtua harus punya banyak waktu untuk berbicara dengan anak pada saat anak tidak tantrum.
Kita harus tunjukkan bahwa kita sayang padanya walaupun tidak semua permintaannya kita penuhi.

Jika sejak kecil masalah tantrum tidak terselesaikan dengan benar, bisa mempengaruhi saat anak besar atau dewasa.

Marah boleh, tapi bagaimana cara marahnya yang harus kita ajarkan.
Jika tidak diselesaikan atau tidak diajarkan, kelak ia akan menggunakan cara itu untuk menyelesaikan masalah.

Adakalanya tantrum disebabkan karena kecanduan gadget.
Ketika tidak diberi gadget, dia marah.
Padahal anak-anak masih membutuhkan stimulasi pada motoriknya.
Sementara gadget mengurangi stimulasi itu.

Pemberian gadget kadang karena orangtuanya tidak kreatif, bukan karena semata-mata mampu beli.
Seharusnya orangtua mampu membuat kegiatan kreatif.
Jangan cuma menekankan masalah akademis saja.
Les ini dan itu.

Hadirkan suasana yang menyenangkan tetapi juga bisa mengasah imajinasi, motorik, keseimbangan tubuh dan sebagainya.

Tips tetap tenang menghadapi anak tantrum adalah perlu latihan.
Kita perlu tahu apakah dalam diri kita masih ada sampah-sampah emosi yang walaupun mungkin kejadiannya bukan berhubungan dengan anak.
Misalnya kejadian masa lalu, masalah dengan teman dan sebagainya.
Karena sampah-sampah emosi ini ketika kita menghadapi anak dan kita tak bisa mengontrol, bisa keluar.
Akhirnya marahnya ke anak.
Padahal sebenarnya itu adalah sampah emosi yang sudah kita simpan sebelumnya.
Kita perlu kegiatan rutin membuang sampah-sampah emosi yang ada dalam diri kita.
Caranya bisa dengan mensugesti diri kita, memaafkan orang-orang yang pernah menyebabkan emosi-emosi negatif, dan mengikuti kegiatan-kegiatan agama.

____________________

Sesi tanya jawab

---------

Bagaimana cara mengingatkan istri yang suka memukul anak (5 tahun)?

Jika anak diperlakukan dengan keras, maka hati anak akan menjadi bertambah keras.
Tantrum anak akan menjadi lebih kuat dan keras lagi.
Anak berpikir bahwa dengan tantrumnya, ia bisa mengendalikan orangtuanya yaitu bisa membuat orangtuanya marah.
Kita harus tunjukkan pada anak bahwa emosi atau kemarahan orangtuanya tidak bisa diatur oleh anak.

Kalau kita kesal melihat anak tantrum, sebaiknya kita 'time out' dulu.
Serahkan dulu anak pada ayahnya.
Lalu kita bisa pindah ke ruangan lain, bisa dengan menarik nafas panjang hembuskan, tarik nafas panjang hembuskan.....
Lalu rasakan dimana kekesalannya.
Di dada misalnya.
Kita ambil lalu kita buang dulu kekesalannya.
Kita bisa senyum-senyum dulu di kamar.

Atau, kalau orangtua punya rasa humor, saat anak guling-guling di lantai ayah atau ibunya bisa ikut guling-guling.
Passing, istilahnya.
Melihat orangtuanya berguling-guling, bisa jadi anak malah tertawa karena orangtuanya tampak lucu.

Sebenarnya, intinya kekesalannya dialihkan.
Kita ajarkan anak mengontrol kekesalannya.
Yang penting anak bisa mengendalikan kekesalannya.

Saat anak dipukul, yang terluka bukan hanya fisiknya, tapi juga hati dan otaknya.
Bahkan berbicara dengan kata-kata yang keras pun bisa membuat sel-sel di otak anak rusak.
Pada saat itu kelihatannya anak menurut, tapi hatinya tidak.
Atau di depan kita ia menurut, tapi di belakang kita tidak.

---------

Bagaimana jika antara ayah dan ibu beda pendapat saat anak tantrum?
Satu membela, satu tidak.
Bagaimana supaya sama tindakan?

Sejak awal, harus ada kesepakatan antara ayah dan ibu.
Sampaikan bahwa jika tidak konsisten atau tidak sepakat seperti itu, tidak baik untuk jiwa anak.
Bahwa kita mendidik anak bukan hanya untuk sehari dua hari tetapi juga untuk masa yang akan datang.
Anak cenderung memberontak dan memanipulasi.
Mungkin sekarang yang diminta es krim, besar sedikit ponsel, besar lagi? Lebih besar lagi?
Permasalahannya bukan apakah yang diminta itu bisa kita beli atau tidak, tapi yang lebih penting adalah melatih kematangan emosi anak.

Jika saat tantrum, ayah tidak melakukan kesepakatan, maka ibu harus cerdik mensiasati.
Misalnya dengan mencolek si ayah, atau dengan berkata,"Ayo sini sini sama bunda."
Kemudian kita arahkan seperti pada kesepakatan.
Tapi yang pasti, di depan anak tidak boleh saling menyalahkan.

------------

Apa efeknya jika anak tantrum dibujuk, dijanjikan dan akhirnya dibelikan sesuatu oleh neneknya?

Biasanya kakek nenek memang sudah tidak tahan menghadapi anak yang rewel.
Karena usia yang seharusnya sudah istirahat dan tinggal bermain-main saja dengan anak-anak.
Orangtua harus waspada karena anak harus belajar menunda atau menahan keinginannya.
Jika seperti itu sebaiknya saat anak tantrum jauhkan, misalnya dengan mengajak anak ke kamar.
Masalah hubungan antara nenek dan orangtua anak akan timbul jika orangtua menyalahkan nenek.
"Nenek sih...... Itu kan nggak baik"
Nenek pun tersinggung.
Seharusnya, lebih baik jika kita berkata,"Oo... Nenek sayang ya sama cucunya. Tapi ntar dulu ya, Nek. Permennya disimpan dulu. Biar adik tenang dulu."

Memang sebenarnya, ketika memutuskan berumahtangga, sebaiknya kita memulai tinggal sendiri supaya kita lebih belajar menjadi orangtua tanpa interupsi pihak lain.

______________________

Kesimpulan:

Tantrum itu sebenarnya wajar terjadi pada anak di usia balita, terutama pada usia 2 sampai 3 tahun.
Jika kita menanganinya dengan baik, maka hal itu akan berangsur-angsur hilang seiring bertambahnya usia.
Umumnya jika tertangani dengan baik, pada usia 4 tahun anak sudah pandai menyelesaikan konflik tidak dengan tantrum lagi.
Tapi, jika tidak tertangani dengan baik, tantrum ini bisa berlanjut bahkan sampai dewasa menyelesaikan masalah dengan cara tantrum.

Jika kita menangani anak tantrum, kuncinya yang pertama tenang dan tidak terpancing oleh anak.
Kedua, tidak menuruti keinginan anak yang disampaikan dengan cara tantrum.
Kita bisa menuruti ketika ia berperilaku baik dan menyenangkan.
Jadi, saat anak tantrum, sebaiknya kita 'abaikan' permintaannya agar anak memahami bahwa tantrumnya tidak mempan.

______________________

Komentar saya:

Jadi, jika ada orang dewasa yang menyelesaikan masalah dengan cara tantrum (marah, memukul, menendang, ngambek dll), maka kita setara dengan anak usia 2 sampai 3 tahun.

Termasuk suka marah-marah ke anak dan anak buah serta orang lain nggak ya?

#caricermin 

Komentar

Postingan Populer