Z DAN ‘MASALAH KEUANGAN’ PERTAMANYA

Sebagai anak yang 'tak sekolah', awalnya Z tidak memiliki rutinitas yang penuh dari hari Senin sampai Jum’at atau Sabtu dari pagi hingga siang atau sore di suatu tempat.
Kegiatan yang rutin hanya beberapa kali seminggu dan hanya beberapa jam saja.
Selebihnya, kegiatan di rumah atau kegiatan di luar lainnya yang sifatnya tidak selalu tetap.
Dengan kegiatannya yang seperti itu, emak Z tidak memberi uang saku untuknya.
Kalau ada kegiatan, biasanya Z membawa minum sendiri.
Kalau kegiatannya berlangsung lama, kadang membawa makanan juga.
Apakah Z tidak pernah jajan?
Dia punya jatah bebas memilih jajanan saat emaknya belanja bulanan.
Jatah hanya satu jajanan tapi bebas memilih tanpa intervensi emaknya, dengan syarat yang penting halal.
Tentu saja, dengan jatah satu pilihan saja, saat memilihnya Z membutuhkan waktu yang relatif lama.
Dia benar-benar penuh pertimbangan dalam memilihnya.
Adakalanya emaknya memberi hadiah berupa uang lima ribu atau sepuluh ribu rupiah.
Tidak sering, setahun mungkin hanya sekitar 1-3 kali dengan pertimbangan tertentu.
Adakalanya pula, emak menawari membelikannya sesuatu makanan, minuman atau benda dengan pertimbangan tertentu pula.
Yang jelas, insyaallah emak berusaha punya jawaban ketika Z bertanya mengapa emaknya memberi uang atau membelikan sesuatu.
Maksud emaknya, agar Z paham bahwa pengeluaran uang selalu dengan alasan yang jelas, bukan sekadar ingin.
Membeli sesuatu karena ingin boleh saja, tapi tidak menjadikannya kebiasaan.
Bagaimana kalau di rumah ingin ‘ngemil'?
Ada buah yang tersedia.
Kadang ada stok es krim.
Atau kadang kami punya keripik sebagai cemilan meskipun tidak rutin ada setiap bulan.
Sesekali memesan kue tertentu pada teman, tapi sangat jarang.
Kadang Z memasak jellynya sendiri.
Atau emak Z membuat sesuatu.
Apakah Z tak ingin punya uang lebih?
Tentu saja ada keinginan seperti itu.
Emak Z biasanya menawarkan padanya untuk berjualan sesuatu.
Modal dari Emak Z dan harus dikembalikan.
Z pernah berjualan kaos kaki, kelereng, buku, puzzle 3D, dan Islamologi Kid Land.
Itu seingat emak.
Selebihnya, emak lupa.
Pernah juga Z berinisiatif membuat gelang dari benang untuk dijual.
Modal juga dari emak.
Ternyata, tak mudah baginya mengembalikan modal untuk produksi gelang itu yang relatif besar baginya.
Sementara, mencari pemesan gelang juga tak mudah.
Dia memutar otak, bagaimana caranya mengembalikan modal dari emaknya.
Qodarullah, dia terinspirasi dari komik yang dibacanya.
Dia menawarkan jasa pada emaknya untuk mencabut rumput di halaman samping dan belakang karena halaman depan sudah ada petugas perumahan yang memotong rumput.
Dari komik itu pula, dia meniru bahwa sejak hari itu, dia membuat kesepakatan dengan emaknya bahwa untuk membeli jajan atau mainan yang dia inginkan, dia mencari uang sendiri.
Saat itu masih cabut rumput saja pilihannya.
Kesepakatan ini yang agak disesalinya di kemudian hari.
Padahal emaknya sudah beberapa kali menjelaskan konsekuensi apa yang akan dia hadapi terkait kesepakatan itu.
Dia tetap bersikukuh.
Kesepakatan sudah disetujui kedua belah pihak.
Dia harus menepati.
Meskipun agak menyesal.
Sebuah pelajaran baginya.
Kenapa tidak memilih jasa menyapu, mencuci piring atau pekerjaan rumah lainnya?
Dalam kesepakatan dengan emaknya, emak Z tidak mau menjadikan pekerjaan rumah sehari-hari sebagai ‘lapangan kerja’.
Alasan emak, itu memang hal yang mustinya dikerjakan, dibayar ataupun tidak.
Itu sudah masuk pada pelajaran ‘life skill’.
Emak Z tidak bersedia berbisnis dengan anak terkait pekerjaan rumah sehari-hari.
Baru-baru ini, Z punya kegiatan rutin baru, seminggu lima kali dalam beberapa jam seharinya.
Relatif lama.
Dengan pertimbangan kesibukannya itu, emak Z berpikir bahwa Z mungkin saja masih kesulitan untuk berjualan atau kegiatan menghasilkan uang lainnya di sela kesibukannya.
Emak mempertimbangkan untuk memberinya uang jajan.
Tak banyak, hanya tiga ribu rupiah perhari yang diberikan setiap tiga hari sekali.
Tiga ribu rupiah!
Dapat apa uang segitu di Balikpapan?
Z masih membawa minuman dan makanan dari rumah.
Insyaallah, dia tak akan kelaparan dan kehausan meski hanya punya uang jajan tiga ribu rupiah perhari.
Dengan pertimbangan kegiatannya juga, emak hanya memberi uang jajan untuk 6 hari dalam seminggu.
Ada satu hari dia tak mendapat uang.
Perubahan dari ‘wirausaha’ menjadi ‘berpenghasilan rutin’, ternyata membuat pengaturan keuangan Z berubah juga.
Ketika ‘penghasilan’ tidak rutin, Z mudah menyisihkan uangnya untuk berjaga-jaga jika diperlukan pada suatu hari.
Selalu ada saja uang koin miliknya di kamar.
Meskipun tak banyak.
Euforia baru punya uang secara rutin, membuat Z justru ringan menghabiskan uangnya karena dia berpikir bahwa besok akan dapat uang lagi.
Sebagian uang jajannya itu sebenarnya digunakan untuk membalas kebaikan teman-temannya yang kadang memberinya sesuatu.
Saatnya bergantian memberi, begitu pikirnya.
Suatu hari, dia lupa bahwa dia memesan popcorn dagangan teman sekegiatannya.
Dia ingin membantu temannya dengan membeli dagangannya.
Tapi uangnya telanjur dihabiskan dan baru esok harinya waktunya mendapat uang untuk jatah tiga hari kedepannya lagi.
Dia merasa tak nyaman.
Telanjur berjanji, tapi uang sudah habis.
Meskipun bagi emak Z, mudah saja meminjami uang pada Z untuk membayar popcorn seharga empat ribu rupiah itu, tapi emak Z tidak memberi pinjaman pada Z.
Dia harus belajar dari salah kelola uangnya.
Z bingung.
Dia tidak ingin berangkat ke kegiatan rutinnya.
Dia merasa tak enak dengan temannya karena sudah telanjur berjanji.
Emak Z tak setuju dengan keinginannya itu.
Masalah harus dihadapi, bukan lari.
Karena ini masalah pertamanya dan Z seperti kesulitan mencari solusi, emak Z membantu memberikan solusi.
Usul pertama emak Z, Z harus minta maaf dan berjanji akan tetap membeli dagangan temannya saat sudah mendapatkan uang sakunya.
Usul kedua, Z membantu menjualkan popcorn yang telanjur dia pesan.
Kebingungan Z mulai berkurang.
Tapi masih ada rasa tak nyaman karena merasa tak enak dengan temannya.
Dia memutuskan untuk berangkat kegiatan meski hatinya sangat berat.
Sebenarnya sih, ada sedikit paksaan dari emaknya untuk belajar menghadapi masalah.
Pelajaran yang sungguh berharga baginya.
Sepulangnya Z dari kegiatan rutinnya, emak menanyakan bagaimana dia menghadapi temannya.
Jawab Z,”Pas Mas Z datang, popcornnya sudah habis.”
Qodarullah....
Alhamdulillah, Allah memudahkan.
#Z11th
#HS
__________________
Sheila Banun, yang sangat mungkin salah cara mendidik anak-anaknya.

Maafkan jika tak bisa menjawab pertanyaan sejenis,
"Bagaimana ya anak saya ............?"
Tiap anak berbeda.
Tiap keluarga juga punya 'value' yang berbeda.
Semoga Allah memudahkan.

Komentar

Postingan Populer