BAHAGIA EMAK

Sepulang dari kemping keluarga BMHS beberapa hari lalu, kami sekeluarga mengobrol tentang reaksi peserta kemping.
Ada yang menyatakan puas, ada yang menyatakan kemping saat itu adalah yang paling seru, ada yang masih di perjalanan pulang sudah ingin kemping lagi dan ekspresi sejenis lainnya.
Alhamdulillah, semua senang, semua bahagia.
Termasuk menurut Si Kakak, saat emak tanya padanya.
Si Kakak balik bertanya pada emak,
“Kalau bunda, senang nggak?”
Si Emak memang emak rumahan yang lebih senang di rumah dibandingkan bepergian.
Bagi emak, rumah adalah dunianya.
Emak bukan penggemar travelling.
Pertanyaan Si Kakak membuat emak menimbang-nimbang perasaan emak tentang kemping.
Apakah emak senang?
Apakah emak bahagia?
Sebenarnya, emak sudah tahu jawabannya.
“Bunda itu yang penting anaknya senang. Kalau anak-anaknya senang, bunda senang.”, terang emak pada Si Kakak.
Emak rasa, semua emak di dunia seperti itu, bahwa yang membahagiakan anak adalah bahagianya.
Hal-hal yang dulu mungkin tak akan dilakukan emak, bisa saja menjadi hal membahagiakan baginya ketika anak-anaknya bahagia melakukannya.
Apakah itu artinya emak tak memikirkan dirinya sendiri?
Bukan begitu.
Bahagia itu adalah rasa.
Rasa bukanlah tentang untung rugi.
Rasa tak selalu bisa diukur oleh seberapa banyak kita menerima.
Syarat bahagia pun sungguh relatif.
Maka, bahagia anak adalah bahagia emak.
Meskipun seolah-olah emak hanya menemani anak-anak menjalani kebahagiaannya.
Tapi itulah bahagia versi emak.
Memberi anak-anak kesempatan menjadi bahagia, adalah bahagia emak juga.
Bahagia dan cinta.
_____________________
Sheila Banun, yang berusaha selalu menikmati bahagia versinya sendiri.
Insyaallah.

Komentar

Postingan Populer